Untuk
Secangkir Teh Manis Hangat (direa.sastra)
Aku
lebih suka teh hangat dari pada air dingin yang jika ku minum akan membekukan
darahku.
Aku
lebih menyukainya, teh hangat ditambah gula untuk melekatkan rasa manis padanya,
yang bisa membuatku jauh lebih rileks.
Ya.
Aku lebih suka itu…
Namun,…
apa yang aku suka sepertinya sudah lama aku tidak pernah meminumnya lagi..
Walaupun
aku sudah memberitahu ibu dan saudara-saudaraku bahwa aku lebih suka secangkir
teh manis hangat daripada air dingin yang sering mereka berikan padaku..
Mereka
sama sekali tak mendengarku, saat aku mulai menangis menginginkan teh manis
hangatku, mereka tak kunjung memberinya…
Sedih
rasanya…
Tak
apa, mungkin… ini bukan saatnya aku mencicipi secangkir teh manis hangat itu.
Kau
tau? mengapa aku lebih menginginkan secangkir teh manis hangat daripada minuman
lain???
Karna,..
Secangkir
teh manis hangat bisa membuatku tenang, rileks, nyaman, dan aku lebih merasakan
bahwa aku hidup kembali.
Tidak
repot untuk membuatnya,
Cukup
kau siapkan cangkir, air hangat, gula dan teh untuk menjadikannya secangkir teh
manis hangat.
Tapi
mengapa, memintanya bagaikan aku meminta semesta?
Aku
hanya menginginkan itu, tidak lebih.
Sebuah
cinta seperti air hangat, dan cangkir bagaikan wadah sebuah keluarga, disertai
gula yang hadir pada perjalanan kehidupan… sesekali gula itu harus menjadi hal
terpenting dalam minuman itu, dan teh bagaikan ayah… ayah yang tumbuh dari
pohon yang hanya didapatkan dipegunungan yang diolah kedalam pabrik lalu
dikemas, dijual dipasaran sehingga hadir pada tiap-tiap rumah yang berpenghuni
keluarga. Dan setelah semua proses itu, untuk menikmati semuanya… ia tidak bisa
merasakannya sendiri. Namun, ia harus diseduh dalam cangkir keluarga, dengan
tambahan gula dan air hangat lalu dimasukkanlah dia (teh celup) itu kedalam
cangkir, hingga dia melebur pada seluruh kehangatannya.
Itulah
yang seharusnya kau lakukan, Ayah.
Kau
dulupun merasakan kecil, dididik oleh ibu dan ayahmu.. yang didikan itu berupa
kasih sayang, cinta, larangan, ajaran, nasihat, dan amarah… yang hanya bisa kau
dapatkan pada ayah dan ibumu
Lalu
kau tumbuh dewasa ayah, kaupun mulai mempelajari semua yang ada di Dunia ini,
kau mempelajari fisika, kau mempelajari matematika, kau mempelajari seni
budaya, kau mempelajari kehidupan dan lainnya..
Ibu
dan ayahmu menitipkan dirimu pada sekolah-sekolah yang ia percayai bisa
mendidikmu, lalu kau sukses dan menjadi lebih dewasa
Kaupun
mencari sosok teman untuk hidupmu, dari satu hati ke hati lainnya… kau akhirnya
memilih pasangan hidupmu. Dia adalah ibuku.
Namun,.
Ceritaku tak seperti secangkir teh manis hangat itu,.
Aku
tak memilikimu… ayah
Kau,
telah pergi, membawa semua kenangan yang telah kau ciptakan bersama ibu…
Kau
pergi, atas dasaaaaaar..
*aku
tak tau
Aku
tak tau, atas dasar apa kau meninggalkan keluargamu
Ibu,
menutupi kisahnya dan dirimu sangat rapat, hingga saat dia sadar bahwa kau telah
pergi meninggalkannya,… oh tidak… bukan dia, tapi… kau pergi meninggalkan
kita,. ya,. Aku dan ibu… kau tau,? pada saat itu yang dia hadirkan hanya
airmata yang sama sekali kau tak dapat melihatnya..
Aku
semakin ingin mengenalmu,.
Orang
seperti apakah dirimu yang harusnya ku sebut Ayah???
Sepertinya,
rasa benciku kepadamu begitu besar sehingga menyulitkanku mengenalmu lebih jauh
Akupun
tak tau, bagaimana benci bisa hadir pada hatiku setelah kejadian yang kamu
berikan pada keluargamu sendiri.
Namun,
jika ku ingat masa kecilku,.. sepertinya kau sungguh orang yang sangat baik,
Ayah…
Kau
menyayangi aku dan ibu…dan kau mencintai kelurgamu sendiri…
Kau
tau ayah? aku adalah anak satu-satunya darimu, kalaku kecil… segores senyum
mungkin akan membuatmu tenang. Maka dari itu aku lebih suka tersenyum
didepanmu,.. Karna kau tau aku bahagia bersamamu, ayah…
Setiap
hari, entah bagaimana caranya kau selalu membuatku tersenyum. “Segores senyum
untuk putri kecilku”, katamu. Aku masih ingat betul semua perkataan-perkataan
yang kau berikan padaku… Aku benar-benar bahagia, kala itu… bersamamu hidupku
penuh tawa. Dan aku rasa dunia ini benar-benar indah karna aku memilikimu dan
ibu.. yang selalu membuatku jauh dari luka. Masa kecil ini, kan selalu ku ingat
dalam dekap seorang ayah yang selalu menggoreskan senyum diwajahku. Bagaimana
ayah? Sepertinya beruntung sekali masa kecilku kala itu,.. apa kau tidak ingin
kembali pada aku dan ibu?, pada keluargamu sendiri,.. yang selalu hadir untuk
menantimu
Ayah
dan ibu, mereka adalah dua orang yang menjadikanku bahagia, mereka terlihat
seperti dua malaikat yang selalu menjagaku kapanpun dan dimanapun aku berada.
Cinta kasihnya sangat sempurna, seakan-akan aku adalah satu-satunya didunia
ini.
Namun,.
ketika aku dewasa… aku faham, hidup bukanlah sekedar senyuman belaka. Bukan
hanya tawa yang selalu menggema dalam kehidupan ini.
Keika
dewasa, semua terungkap secaranyata. Senyuman yang selalu ayah tampakkan didepanku
ternyata senyum palsu. Aku benar-benar mengira, bahwa hidup kami adalah syurga
yang tiada tara, namun sisi dewasaku membawa aku mengenal keluaargaku yang
sebenarnya.
Ayah,.
Mengapa kau lakukan itu pada aku dan ibu?
Sekarang
aku benar-benar ingin pergi kemasa kecilku agar aku selalu mengingatmu dan ibu..
dan mengingat semua keindahan masalalu aku bersamamu kala dulu…
Ayah,.
Kau dimana?
Aku
memang membencimu,. Tapi… maukah kau kembali pada aku dan ibu? Maukah kau
berikan sesuatu kepadaku??? Aku hanya menginginkan secangkir teh manis hangat
itu ayaaah…
Aku
benar-benar kehausan ayah,..
Dan
aku benar-benar menunggumu memberikan itu padaku,.
Sudah
lama sekali,. Aku tak merasakannya ayah…
Ku
mohon, datanglah pada aku dan ibu untuk membawa secangkir teh manis hangat itu
Aku
menunggumu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar